Apa aku sanggup menafkahimu? Aku kembali melemparkan pertanyaan itu pada diriku, kali ini lebih serius dan hati-hati. Pertanyaan yang semakin mendesakku untuk segera menyiapkan satu ruang dalam hati untuk rasa kecewa. Pertanyaan yang membuatku kembali sadar cinta tak hanya butuh kemantapan hati, tapi juga kemampuan. Bahwa perasaan jatuh cinta saja, sampai kapan pun tak pernah cukup.
Pada usia delapan tahun, Rasulullah sudah menggembala kambing. Lalu, di usianya yang kesembilan, beliau sudah ikut berdagang ke luar negeri. Aku, laki-laki berumur dua puluh yang menyedihkan. Hidup dengan penghasilan pas-pasan tanpa deret angka di buku tabungan.
Pasti ada laki-laki yang lebih siap dan pantas untukmu, yang lebih dewasa, yang lebih tebal kantongnya, yang lebih mampu membahagiakanmu. Aku mencoba menghibur diri. Membohongi perasaanku sendiri.
Di atas muka bumi yang kita tinggali ini, laki-laki mana yang benar-benar bahagia ketika perempuan yang ia cintai dinikahi orang lain?
Bekal-bekal pernikahan yang kuperoleh dari guru, buku, dan berbagai seminar sedikit demi sedikit luruh oleh kembali hadirnya rasa pengecut yang semakin hari semakin menjadi. Tiba-tiba aku merasa begitu lemah. Aku merasa begitu takut.
Aku yang telah lama mendamba kebersamaan denganmu, mempersiapkan diri untuk menggapainya, tiba-tiba digoda perasaan menyerah.
...
Buku 'Cinta Adalah Perlawanan' dalam bab 'Rencana Besar'. Dengan tulisan, aku merekam perasaan...
Azhar Nurul Ala ~
Komentar